بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْ
Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang telah menciptakan manusia dan mengajarkan kepadanya Bayan (Cara menjelaskan kepada yang lain), menurunkan kepadanya Al-Qur'an dan menjadikan Al-Qur'an sebagai nasihat, Obat, petunjuk, serta Rahmat bagi orang-orang yang beriman.
Tidak ada keraguan dan tidak ada kekhilafan di dalamnya. Dia menurunkan Al-Qur'an sebagai penegak, Hujjah, dan cahaya bagi orang-orang yang memiliki keyakinan.
Shalawat dan Salam yang sempurna, semoga dilimpahkan kepada Sebaik-baik makhluk di antara golongan manusia dan jin, yang Nurnya menerangi hati dan kubur manusia, serta kedatangannya merupakan Rahmat untuk seluruh alam, yaitu Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam. Semoga Shalawat dan Salam, dilimpahkan kepada keluarga dan para Shahabatnya.
Mereka adalah bintang-bintang Hidayah dan penyebar Kitabullah. Shalawat dan Salam, semoga juga dilimpahkan kepada Orang-orang yang mengikuti mereka dengan penuh keimanan.
Amma Ba'du, maka hamba Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang sangat berhajat kepada Rahmat Tuhan yang Maha Pengasih, yang biasa dipanggil dengan Zakariyya, anak Yahya, anak Ismail, menyatakan bahwa lembaran-lembaran ini ditulis dalam waktu yang singkat, berisi Empat Puluh Hadits Baginda Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam, mengenai Fadhilah Al-Qur'an, demi menaati seseorang yang isyaratnya saya anggap sebagai perintah, dan taat kepadanya saya anggap sebagai keberuntungan.
Diantara Nikmat-nikmat Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang paling istimewa yang selalu dikaruniakan kepada Pesantren Mazhahirul Ulum, Saharanpur, adalah pertemuan tahunan yang senantiasa dapat diadakan oleh Pesantren tersebut untuk menjelaskan perkembangan Pesantren kepada masyarakat umum.
Maksud majelis itu diadakan, bukan untuk mengumpulkan atau mengundang para ahli ceramah, ahli pidato dan tokoh-tokoh termasyhur. Tetapi yang terpenting adalah mengumpulkan Wali-wali Allah, sebagaimana pada masa-masa sebelumnya pernah dihadiri oleh Hujjatul Islam, Syaikh Maulana Muhammad Qasim Nanutwi (Semoga Allah Subhanahu Wa Ta'ala menerangi kuburnya) dan Qutbul Irsyad Syaikh Rasyid Ahmad Ganggohi (Semoga Allah Subhanahu Wa Ta'ala menerangi kuburnya) yang telah menyinari hati para hadirin.
Hal itu tidak jauh berbeda ketika generasi dari putra-putra para mujahid Islam tersebut seperti Syaikhul Hind, Syaikh Abdurrahim, Syaikh Khalil Ahmad, Syaikh Asyraf Ali (Semoga Allah Subhanahu Wa Ta'ala menerangi kuburnya) kembali berkumpul di dalam pertemuan tahunan ini. Kehadiran mereka merupakan sumber cahaya kehidupan dan cahaya bagi ruhani yang telah mati dan dapat menghilangkan kehausan bagi mereka yang mencari Cinta Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Dewasa ini, meskipun majelis-majelis tahunan itu tidak lagi dihadiri oleh bintang-bintang petunjuk tadi, keturunan-keturunan langsung mereka dapat menyemarakkan pertemuan tersebut, sehingga menyebabkan banyak turun keberkahan. Orang-orang yang menghadiri majelis ini telah menyaksikannya.
Bagi yang mempunyai mata, tentu dapat melihat keberkahan ini. tetapi dengan mata hati. Kami dapat lebih merasakan sesuatu yang luar biasa. Apabila yang hadir dalam pertemuan tahunan Pesantren ini hanya untuk mendengar pidato-pidato yang bagus dan ceramah-ceramah yang menggelora, mungkin ia akan pulang dengan perasaan kecewa. Berbeda halnya bagi orang yang datang dengan tujuan untuk mengobati hatinya.
Falillahil Hamdu Wal Minnatu
Dalam majelis yang serupa, pada tanggal 27 Dzulqa'dah 1348 H, Syaikh Muhammad Yasin Naginwi Rahmatullah 'alaih telah berkunjung ke pesantren ini. Kehadirannya bagaikan siraman cinta dan kasih sayang. Saya tidak mampu berterima kasih sepenuhnya kepadanya.
Setelah mengetahui bahwa ia telah mendapat ajaran-ajaran keruhanian dari Syaikh Ganggohi Rahmatullah 'alaih, maka tidak perlu lagi saya mengutarakan sifat-sifatnya yang mulia dan suci yang menyebabkan Nur dan berkah terpancar darinya.
Setelah pertemuan ini selesai, ia kembali ke rumahnya dan mengirim sebuah surat yang penuh penghormatan kepada saya, berisi permohonan agar saya menyusun risalah Fadilah Al-Qur'an yang berisi Empat Puluh Hadits Baginda Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam beserta terjemahannya, kemudian mengirimkan hasilnya kepadanya.
Ia menyatakan bahwa jika saya tidak bersedia memenuhi permohonannya itu, maka ia akan meminta guru saya yang saya cintai Syakh Hafizh Maulana Muhammad Ilyas Rahmatullah 'alaih, agar mendesak Saya untuk melaksanakan tugas yang mulia ini. Ia sangat ingin agar saya memenuhi permohonannya.
Surat dari guru saya, Syaikh Hafizh Maulana Muhammad Ilyas Rahmatullah 'alaih, sampai ke rumah saya ketika saya sedang dalam perjalanan. Saat saya kembali kerumah, ternyata dia sudah berada di rumah saya. Dia menegaskan sekali lagi agar saya segera menulis Risalah Fadhilah Al-Qur'an, sehingga tidak ada alasan lagi bagi saya, baik alasan ketidakmampuan saya, maupun alasan lainnya untuk menolak tugas yang mulia ini.
Saya juga tidak dapat menjadikan kitab Syarah Al-Muwaththa' Imam Malik Rahmatullah 'alaih, yang belum selesai saya susun, sebagai alasan yang kuat untuk menolak tugas yang mulia ini. Saya terpaksa menunda penulisan Kitab tersebut beberapa hari, untuk berkhidmat dengan Seluruh kemampuan saya, demi tugas yang agung ini.
Saya memohon Maaf atas segala keterbatasan dalam penyusunan Risalah ini
#########
Saya melakukannya dengan harapan agar dibangkitkan bersama golongan orang yang dimaksudkan oleh Baginda Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam dalam sabdanya :
#########
"Barangsiapa menjaga untuk umatku Empat Puluh hadits tentang agamanya, maka Allah Subhanahu Wa Ta'ala pada hari kiamat akan membangkitkannya sebagai orang yang alim, dan aku akan menjadi pemberi syafa'at dan menjadi saksi untuknya pada hari kiamat. "
Al-Alqami Rahmatul 'alaih berkata, "Maksud menjaga adalah menjaga sesuatu dan memeliharanya dari tersia-sia, baik menjaganya dengan cara menghapal ataupun menjaganya dengan cara menulis, walaupun tidak hapal, dengan demikian, walaupun menjaganya di dalam tulisan kemudian menyebarkannya kepada manusia, itupun termasuk dalam golongan yang dijanjikan dalam Hadits di atas."
Al Munawi Rahmatullah 'alaih mengatakan bahwa, maksud menjaga untuk umatku' ialah meriwayatkan Hadits disertai sanadnya. Ada juga yang mengatakan maksudnya menyampaikan kepada kaum muslimin, meskipun ia tidak menghapalnya dan tidak mengetahui maknanya.
Sedangkan perkataan "Empat Puluh Hadits "itu mencakup Hadits-hadits Shahih, Hasan, atau Hadits-hadits sedikit Dhaif yang boleh diamalkan dalam Fadha'il.
Allahu Akbar, sungguh betapa banyak kemudahan di dalam Islam, dan sungguh menakjubkan penafsiran para ulama terhadap Hadits diatas. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta'ala selalu memberikan kepada kita kesempurnaan Islam.
Ada satu perkara yang ingin Saya sampaikan bahwa, dalam penulisan ini Saya merujuk kepada Hadits-hadits yang tertulis di dalam kitab Al Misykat, Tanqih Ar-Ruwat, Al-Mirqaat, Syarah Al-Ihyaul Ulum karya Sayyid Muhammad Al-Murtadha Rahmatullah 'alaih, dan Karya Al-Mundziri Rahmatullah 'alaih.
Saya mengambil sebagian besar Hadits dari Kitab-kitab tersebut. Oleh karena itu, saya tidak perlu mencantumkan rujukannya. Sedangkan Jika ada hadits-hadits yang tidak berasal dari kitab tersebut, maka akan saya sebutkan sumber rujukannya.
Kewajiban bagi para pembaca Al-Qur'an adalah memperhatikan adab-adab membaca Al-Qur'an. Maka, sebelum melanjutkan kepada tujuan penulisan Risalah ini, saya ingin menjelaskan beberapa adab dan tata cara membaca Al-Qur'an. Sebuah syair menyebutkan:
Tanpa adab, seseorang akan terhalang dari anugerah Allah Subhanahu Wa Ta'ala
Kesimpulannya, inti adab dalam membaca Al-Qur'an adalah meyakini bahwa Al-Qur'an adalah Firman-firman Allah subhanahu Wa Ta'ala yang kita sembah, Dzat yang kita cintai dan kita cari Ridha-nya. Bagi seseorang yang telah merasakan cinta, tentu mengetahui nilai surat dari yang dicintainya, tulisan atau ucapan orang yang ia cintai, sangat berkesan di dalam hati. Perasaan dan gelora cinta yang ada pada saat itu tidak mungkin dapat dilukiskan dengan rumusan dan kata-kata
Cinta akan mengajarimu Bagaimana adab bercinta
Jika pada saat membaca Al-Qur'an, kita dapat menuliskan keindahan yang sesungguhnya, dan anugerah Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang tiada batas, maka hal itu akan menimbulkan cinta yang menggelora. Disamping itu, Al-Qur'an merupakan perkataan Ahkamul Hakimin, Firman Raja segala Raja, dan merupakan aturan-aturan dan dari Maha Raja yang maha perkasa, dan yang tiada satupun yang bisa menandinginya.
Bagi orang yang pernah berhubungan dengan istana kerajaan, ia akan mengetahui kehebatan Raja melalui pengalamannya. Sedangkan bagi yang belum pernah, ia akan membayangkan ucapan-ucapan Sang Raja yang kehebatannya pasti akan berkesan di hati orang tersebut.
Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala adalah Firman dari Dzat yang kita cintai dan sekaligus Dzat yang kita takuti. Oleh sebab itu, membaca kalam-Nya dengan mengumpulkan kedua adab tersebut amatlah penting. Apabila Sayyidina ikrimah Radhyiallahu 'Anhu hendak membaca Al-Qur'an, begitu membukanya ia langsung terjatuh pingsan, dan dari mulutnya keluar kata-kata
Hadza kalamu Rabbi, hadza kalamu Rabbi
Ini adalah perkataan Rabbku! Ini adalah perkataan Rabbku!
Demikian itu merupakan adab membaca Al-Qur'an secara garis besar. Adapun adab membaca Al-Qur'an secara terperinci, sebagaimana yang telah ditulis oleh para ulama akan saya jelaskan kepada para pembaca secara ringkas sekemampuan saya. Intinya, hendaknya kita membaca Al-Qur'an tidak seperti orang suruhan, tetapi hendaknya kita membaca Al-Qur'an dengan merasa menjadi seorang hamba dihadapan Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang Maha pemberi nikmat.
Ahli Tasawwuf mengatakan, "Barangsiapa selalu menyadari semua kekurangannya dalam melaksanakan adab, maka ia akan bertambah dekat kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Sebaliknya barangsiapa merasa cukup dan ujub, ia akan semakin jauh dari Allah subhanahu Wa Ta'ala".
BACA JUGA (KLIK / KETUK) :
EMPAT PULUH HADITS MENGENAI KEUTAMAAN AL-QUR'AN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar